Senin, 03 Oktober 2011

Anggaran Pendapan dan Belanja Daerah

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

Berdasarkan teori keyness, APBD/N merupakan salah satu mesin pendorong pertumbuhan ekonomi. Peranan APBD sebagai pendorong dan salah satu penentu tercapainya target dan sasaran makro ekonomi daerah diarahkan untuk mengatasi berbagai kendala dan permasalahan pokok yang merupakan tantangan dalam mewujudkan agenda masyarakat yang sejahtera dan mandiri. Kebijakan pengelolaan APBD difokuskan pada optimalisasi fungsi dan manfaat pendapatan, belanja dan pembiayaan bagi tercapainya sasaran atas agenda- agenda pembangunan tahunan. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan pada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut akan dilakukan upaya intensifikasi dan ekstensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada maupun menggali sumber-sumber baru. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan peningkatan pendapatan daerah beberapa hal penting yang perlu dilakukan antara lain dengan memperbaharui data obyek pajak, peningkatan pelayanan dan perbaikan administrasi perpajakan, peningkatan pengawasan terhadap wajib pajak, peningkatan pengawasan internal terhadap petugas pajak, dan mencari sumber-sumber pendapatan lainnya yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku. Sementara pada sisi belanja, kebijakan pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dengan mengupayakan peningkatan porsi belanja pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja aparatur. Dalam kaitannya dengan pembiayaan, akan terus diupayakan peningkatan penyertaan modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat menghasilkan peningkatan PAD. Selanjutnya disiplin dan efisiensi anggaran akan secara konsisten dipertahankan dan dilaksanakan guna meningkatkan SiLPA tanpa mempengaruhi penurunan kinerja SKPD. Bersamaan dengan itu, kebijakan pembiayaan defisit akan diarahkan penanggulangannya melalui sumber selain pinjaman daerah, mengingat masih terbatasnya sumber pendapatan asli daerah dan belum dinamisnya sektor industri maupun jasa sebagai basis penerimaan daerah.
Pendapatan

a. Dana Perimbangan Sumber pendapatan daerah berasal dari Pendapatan Asli Daerah, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah lainnya. Dana Perimbangan merupakan komponen terbesar dalam pendapatan daerah. Dana Alokasi Umum adalah komponen terbesar dalam Dana Perimbangan. Peningkatan Dana Perimbangan merupakan konsekuensi logis otonomi daerah yang disertai pendanaannya dengan kebijakan desentralisasi fiskal melalui UU No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pusat dan Daerah yang kemudian diganti dengan UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Meningkatnya alokasi dana perimbangan juga dipicu oleh penggabungan instansi vertikal menjadi organisasi perangkat daerah beserta pegawainya, yang disusul dengan peningkatan gaji dan tunjangan dalam waktu bersamaan. Selama kurun 2000-2006 terjadi peningkatan dana perimbangan dari Rp. 93,28 Milyar menjadi Rp. 380,51 milyar pada tahun 2006. Penurunan dana perimbangan terjadi pada tahun 2002, akibat terjadi pemekaran Kota Bima yang disertai pengalihan Pegawai. Adapun kenaikan dana perimbangan setelah tahun 2002 dipengaruhi oleh kenaikan gaji, tunjangan, penambahan CPNS dan adanya perbedaan celah fiskal (fiscal gap) dan Penerimaan Dalam Negeri sesuai formula DAU dan Dana Bagi Hasil.
Perkembangan Realisasi Dana Perimbangan di Kabupaten Bima Selama 2000-2005 Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
Berdasarkan grafik di atas, pertumbuhan dana perimbangan tertinggi terjadi bersamaan dengan dimulainya kebijakan otonomi daerah pada tahun 2001 dan terendah pada tahun 2002 akibat pemekaran Kota Bima. Adapun peningkatan setelah tahun 2002 disebabkan karena adanya Alokasi Minimum (AM) dalam formula DAU untuk menampung Gaji PNS selama 1 tahun. Pertumbuhan negatif terjadi pada tahun 2003 seiring adanya penyerahan personil dan asset kepada Pemerintah Kota Bima, yang ikut mempengaruhi Jumlah Dana Alokasi Umum yang diterima Kabupaten Bima. Adapun peningkatan setelah 2003 disebabkan terjadinya peningkatan gaji PNS, rekrutmen CPNS, peningkatan Porsi DAU terhadap Penerimaan Dalam Negeri.
Trend Pertumbuhan Realisasi Dana Perimbangan di Kabupaten Bima Selama 2000-2005 Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
b. Pendapatan Asli Daerah Pendapatan Asli Daerah adalah sumber pendapatan yang diperoleh dari dalam daerah yang mana pemungutan dan pengelolaannya merupakan kewenangan pemerintah daerah. Salah satu isu yang menarik terkait dengan kebijakan desentralisasi fiskal adalah menyangkut peningkatan kapasitas daerah untuk meningkatkan PAD atau yang disebut dengan taxing power. Namun demikian, undang-undang mengamanatkan bahwa peningkatan PAD tidak boleh menimbulkan ekonomi biaya tinggi yang menghambat pelayanan publik dan iklim dunia usaha. Secara teoritis besar kecilnya potensi PAD pada suatu daerah dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi daerah yang bersangkutan, terutama pada sektor industri dan jasa. Sebab kedua sektor tersebut merupakan basis PAD yang sangat dominan. Dengan demikian, untuk mengestimasi besarnya PAD dan pertumbuhan PAD setiap tahunnya dapat digunakan asumsi pertumbuhan ekonomi daerah yang digunakan. Komponen PAD terdiri dari pajak daerah, retribusi daerah, laba BUMD dan lain-lain PAD. Gambaran perkembangan realisasi PAD di Kabupaten Bima dapat dilihat pada Grafik di bawah ini.
Perkembangan Realisasi Komponen Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Bima Selama 2000-2005 Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
Pertumbuhan Komponen PAD di Kabupaten Bima, 2001-2006 Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2005), diolah
Dari 2 grafik di atas tampak bahwa komponen PAD selama 2000-2005 terjadi pertumbuhan yang relatif stabil adalah Retribusi Daerah dan laba BUMD. Sedangkan Pajak Daerah mengalami pertumbuhan negatif selama 3 tahun terakhir (2004-2006). Sementara Lain-lain PAD mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif, karena sifatnya yang tidak dapat ditargetkan secara pasti.
Rasio PAD Terhadap Belanja di Kabupaten Bima (2000-2006) Berdasarkan Realisasi Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
Berdasarkan grafik di atas, kemampuan PAD membiayai belanja daerah mengalami peningkatan dari 3,90% pada 2000 menjadi 4,78% pada tahun 2006. Rasio tertinggi terjadi pada tahun 2003 yang mencapai 6,47%. Dengan kondisi seperti ini bahwa PAD belum dapat diandalkan untuk membiayai program dalam APBD yang terus meningkat seiring tuntutan kebutuhan dan cakupan layanan publik yang harus semakin baik. Kendatipun belum dapat diandalkan sebagai sumber pembiayaan pembangunan ke depan, namun telah menunjukkan perkembangan yang relatif menggembirakan. Faktor yang mempengaruhi naik- turunnya rasio PAD terhadap belanja adalah : • Pertumbuhan belanja • Pertumbuhan PAD • Struktur PAD terhadap Pendapatan Daerah Untuk meningkatkan rasio PAD , maka perlu syarat- syarat sebagai berikut : • Rasio PAD akan meningkat apabila pertumbuhan PAD lebih besar dari pertumbuhan belanja. Secara umum pertumbuhan belanja mengikuti pertumbuhan pendapatan. • Pertumbuhan PAD harus lebih tinggi dari pertumbuhan Pendapatan Daerah
Perkembangan Realisasi PAD Kabupaten Bima Selama 2000-2006 (Dalam Milyar Rupiah) Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
Semenjak diberlakukannya otonomi daerah, Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bima mengalami peningkatan yang luar biasa, dari Rp. 3,84 Milyar pada tahun 2000 menjadi Rp. 19,17 Milyar pada tahun 2006. Peningkatan tersebut seiring terjadinya perubahan beberapa pos PAD dan Dana perimbangan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah pusat atau provinsi menjadi kewenangan pemerintah kabupaten sebagai bentuk pemihakan terhadap kebijakan taxing power. Adapun terjadinya fluktuasi selama periode 2000-2006 lebih disebabkan adanya masalah-masalah yang bersifat struktural seperti : terbatasnya sarana/prasarana, kesadaran masyarakat yang lemah, data yang tidak mutakhir, termasuk penyerahan beberapa asset kepada Kota Bima seiring terbentuknya Kota Bima pada tahun 2003 dan sesudahnya.
Belanja

Belanja daerah adalah belanja yang tertuang dalam APBD yang diarahkan untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan pembinaan kemasyarakatan. Secara umum belanja daerah dapat dikategorikan ke dalam belanja aparatur dan belanja publik. Belanja publik merupakan belanja yang penggunaannya diarahkan dan dinikmati langsung oleh masyarakat. Meskipun demikian, seiring perubahan peraturan perundang-undangan di bidang administrasi pengelolaan keuangan daerah sejak pemberlakuan Kepmendagri Nomor 29 Tahun 2003 yang selanjutnya diganti dengan Permendagri No. 13 Tahun 2006, kategorisasi belanja daerah selalu mengalami perubahan nama.
Perkembangan Realisasi Belanja dalam APBD Kabupaten Bima Selama 2000-2006 Sumber: Laporan Realisasi APBD (2000-2006), diolah
Tampak bahwa selama 2000-2006 belanja total mengalami peningkatan yang relatif konstan, kecuali belanja aparatur yang mengalami penurunan seiring terjadinya pemekaran Kabupaten Bima menjadi Kota Bima sejak tahun 2003. Sedangkan belanja publik terus mengalami peningkatan, yang menunjukkan semakin banyaknya tuntutan kebutuhan pembangunan. Realisasi belanja per kapita terus mengalami peningkatan dari Rp. 24,76 juta tahun 2000 menjadi Rp. 68,13 juta tahun 2005 per tahun. Belanja publik per kapita terus mengalami peningkatan dari Rp. 8,17 juta pada tahun 2000 menjadi Rp. 23,28 juta pada tahun 2005. Masih rendahnya belanja publik per kapita disebabkan karena masih tingginya komponen belanja pegawai terhadap APBD. Sedangkan porsi APBD terhadap PDRB mengalami peningkatan dari 9,83% pada tahun 2000 menjadi 17, 37% pada tahun 2005. Dilihat dari indikator elastisitas APBD terhadap pertumbuhan ekonomi secara rata- rata sebesar 0,04 %, kecuali pada tahun 2003 mencapai 2,13% yang berarti bahwa dampak APBD terhadap pertumbuhan ekonomi masih perlu dipacu lagi melalui penajaman program dan kegiatan dalam APBD.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar